Sabtu, 25 November 2017

PERGESERAN GURU SEBAGAI PENJAGA PERADABAN

Guru digugu lan ditiru itulah ungkapan jawa yang menjadi tongkat pegangan bagi semua pendidik yang ada dibelahan Nusantara. Definisi Guru semakin hari semakin luas, jika anak sekolahan mendefinisikan  Guru adalah mereka yang mengajar  di Sekolah mulai pagi sampai sore setiap hari. Tapi bagi kalangan lain mungkin akan berbeda sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing.

Di tengah Perkembangan tehnologi yang semakin canggih ini Sosok "Guru" seolah-olah sudah mulai kabur,tepa sliro, andap asor  terhadap Guru semakin rendah. Seringkali seorang Guru menjadi pesakitan, menjadi bahan bullyan ketika melakukan hal-hal yang dianggap keras, contohnya tindak kekerasan pemukulan atau ucapan keras terhadap anak didiknya. Indonesia sebagai salah satu Negara yang mengkampanyekan diri sebagai Negara ramah sudah mulai terjebak pada peradaban Adopsi , Peradaban-peradaban Nusantara yang arif semakin luntur dengan semaki banyaknya pengadopsian di berbagai lini, seperti hukum, pendidikan , politik serta ekonomi yang mengacu pada Peradaban Barat (jejakebunpagi.wordpress.com)

Peradaban Adopsi yang secara politik dipaksakan menyebabkan banyak benturan diberbagai sisi kehidupan Nusantara saat ini. Di bidang pendidikan terutamanya, fungsi pendidikan tidak lagi menjadi alat penggembleng ahlak yang berkepribadian  yang sesuai dengan budaya Nusantara. Guru yang dahulu menjadi sosok yang paling dihormati sekarang menjadi "profesi" yang lebih mengedepankan "status prastice" dikalangan masyarakat. Diskonstruksi makna "Guru" berakibat sangat fatal sehingga muncul  pelecehan dan pengkerdilan terhadap Guru.

Perguruan tinggi pencetak "guru " seolah-olah telah gagal untuk melahirkan generasi Guru yang bermental "pendidik". Setiap tahun isu "GTT/Guru Honorer" selalu muncul beriringan dengan perhelatan politik. Keinginan mereka untuk menjadi PNS secara tidak langsung telah mengaburkan definisi Guru.Secara tidak langsung dunia Pendidikan di Indonesia telah masuk dalam jebakan Peradaban Adopsi yang menjadikan Pendidkan sebagai ladang untuk mencari keuntungan. Output "Moral " tidaklah menjadi penting. Mahasiswa yang seharusnya mempunyai peran penting dalam menjaga peradaban harus dibelenggu dengan rutinitas tugas , seminar dan rangkaian kegiatan kampus yang monoton. 

Salah satu Model Pendidikan yang masih mampu dan terbukti  "kontinyu" melawan Peradaban Barat adalah model "pesantren". Pesantren yang mengedepankan pendidikan "moral" terbukti mendoktrin siswa "santri" dalam memahami konsep "benar dan salah " serta adanya laku prihatin "tirakat" yang tidak dipunyai oleh model pendidikan manapun.Dalam Perdaban barat Laku tirakat bertolak belakang dengan konsep Kesehatan yang kaitan dengan asupan nutrisi tubuh yang fit untuk menerima pelajaran dan belakangan Laku tirakat "puasa "secara medis malah menjadi obat hebat dalam melawan penyakit.Konsep Fiqih (ibadah) begitu tertata untuk melahirkan generasi yang konsisten dengan aturan untuk menjalankan Ibadah sebagai manusia, baik itu kepada sesama atau kepada sang Maha Pencipta. Ada Fiqih juga ada Tauhid yang mengajari bagaimana hubungan Mahluk (baca: manusia) dengan Tuhan pemilik Alam semesta.Masih banyak lagi Model pendidkan di  Pesantren yang terbukti mampu mencetak manusia-manusia hebat, ada istilah Mujahadah, istiqomah, dan yang lainnya.Konsep-konsep itu tidak hanya disampaikan melalui nuqilan kitab tapi menjadi laku keseharian yang "tumancep" diiringi barokah Doa seorang "Guru"

Guru dalam "pesantren" menjadi begitu vital , ketawadukan dan kerendahan hati seorang siswa "Santri" akan teruji dari seberapa besar mereka Tawaduk terhadap guru-gurunya. Tawaduk merupakan pebelajaran "moral" yang mengedepankan kerendahan hati untuk melaksanakan segala sesuatunya . Output pesantren akan lebih "survive" terhadap godaan-godaan "pragmatisme ' kehidupan. Kedalaman "Tauhid" akan mampu menjadi benteng pertahanan untuk lebih mementingkan kehidupan "Akherat" daripada Kepentingan "dunia". Menjadikan Dunia dalam genggamannya untuk mencapai Akhirat, bukan malah sebaliknya terlena dalam dunia akhirnya harus kehilangan "akhirat".

Di hari "Guru" saat ini mari bersama -sama untuk kembali memahami kesejatian Guru, Guru jangan dijadikan sebagai "profesi" untuk mengenyangkan "perut" tapi jadikan sebagai "tawasul" Penghambaan manusia terhadap Tuhan Pencipta Alam. Tidak akan ada lagi Guru yang masuk penjara,tidak ada lagi Guru Cabul dan juga tidak ada yang namanya "mantan Guru". Setiap individu manusia bisa menjadi "guru " bagi dirinya sendiri atau orang lain.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar