Jumat, 22 Desember 2017

HARI MIGRAN INTERNASIONAL BERSAMA NURANI IBU

Berkecukupan secara ekonomi pastilah menjadi cita-cita semua orang. Banyak jalan yang harus dilakukan , semua itu disesuaikan dengan kehidupan lingkungan ,pendidikan dan latar belakang masalah yang ada. Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu Kabupaten Kecil dengan 60 % wilayahnya dalah Pegunungan. tidak banyak pilihan pekerjaan yang menjanjikan nilai ekonomi tinggi. PNS, Pedagang , wirausahawan juga sedikit dibanding dengan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Trenggalek.Melatar belakangi tuntutan ekonomi yang ada sebagian Masyarakat Trenggalek yang mencoba mengadu nasibnya pergi ke luar kota, keluar pulau atau bahkan ke luar negeri.

  Dari 152 Desa yang ada  di Kabupaten Trenggalek hampir pasti ada masyarakat yang menjadi TKI/TKW .Desa Dongko Kecamatan Dongko merupakan salah satu kantong TKI /TKW yang ada di Kabupaten Trenggalek. Akan tetapi secara ekonomi Kecamatan Dongko merupakan daerah yang masuk katagori miskin dari 14 Kecamatan yang ada di Kabupaten Trenggalek. dari data tersebut sebenarnya ada masalah. Seharusnya semakin banyak TKI/TKW kehidupan Ekonomi di Dongko lebih maju.Bulan Oktober 2017 Desa Dongko yang merupakan penyumbang TKI/TKW di Kabupaten Trenggalek dijadikan sebagai Desa Desmigratif yang menggandeng beberapa aktivis buruh migran yang ada di sana.

Paguyuban 'Nurani Ibu " merupakan salah satu Paguyuban eks Buruh Migran yang ada di Desa Dongko. Sudah hampir 8 tahun Paguyuban ini telah berdiri dan berkiprah. Bukan waktu yang sedikit untuk sebuah Paguyuban untuk menjadi eksistensi dan konsistensi dalam berorganisasi Dimulai dari rasa keprihatinan yang dirasan oleh Bu Sunarsih, warga Dusun Klangsur Desa Dongko, Paguyuban Nurani Ibu berdiri ditengah masyarakat Desa Dongko. Anggotanya sampai saat ini ada 40 anggota aktif dan 10 anggota pasif yang semuanya merupakan Eks Buruh Migran dan sebagian besar adalah ibu-ibu . Tanggal 22 Desember 2017 bertepatan dengan Hari Ibu, Paguyuban Nurani Ibu merayakan Ulang Tahun ke 9 sekaligus Harlah Buruh Migran Internasional. Jika dilihat dari acaranya akan terlihat sangat sederhana. mereka berkumpul dan saling bercerita. Mungkin yang sedikit istimewa pada Harlah Paguyuban Nurani ibu yang ke 9 ini ada perwakilan Perkumpulan Inisiatif yang sudi hadir adalam acara tersebut.

Di sesi Pertama Ahmad Najib Fasilitator Sepola Desa menyajikan sebuah film pendek berduarasi 6 menit yang menceritakan tentang berbagai pengalaman beberapa orang eks Buruh migran dalam mengorganisir sebuah kelompok eks Buruh migran sampai akhirnya mereka mampu menikmati jerih payah  .Bu Ratna , salah satu anggota Paguyuban Nurani Ibu, menceritakan bagaimana ketika beliau menjadi TKW tahun 1999-2002 di Singapura selama 3 Tahun. Beliau bekerja mulai jam 4 pagi sampai jam 7 malam hanya gara mendapatkan gaji 5 juta itupun harus dilalui dengan "laku prihatin" penghematan yang luar biasa. "kan saya ndak perlu berpakain bagus, jika disana mau membersihkan kamar mandi, saya ke sana pinginnya mung kerja...."ujarnya sambil. Kemuadian ketika pulang ke Indonesia beliau mencoba membuat usaha mulai dari potong rambut(salon), julaan air minum tapi belum bisa dikatakan berhasil akan tetapi tetap bersyukur sampai sekarang masih cukup dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berbeda denga Bu Ratna, Bu Jasih, yang merupakan Asli Jawa Tengah yang bersuamikan oarang Dongko, membuat usaha Ternak Kambing Ettawa yang diambil susunya. Beliau menceritakan bagaiman jatuh bangunnya merintis usaha.
Dari curhatan beberapa anggota Paguyuban Nurani Ibu, Ahmad Gunawan dari Perkumpulan Inisiatif mencoba menggali beberapa hal penting yang bisa dijadikan garis tengah untuk mencari solusi dalam permsalahan yang terjadi di kegiatan Eks Buruh migran tersebut. Secara soliditas Paguyuban Nurani Ibu boleh dikatan sangat bagus dan solid.

Beberapa Kegiatan Pelatihan sudah mulai dilakukan oleh Paguyuban Nurani Ibu, mulai dari Pelatihan jahit, snack, Pembuatan Makanan dan minuman berbahan Susu. yang menjadi permasalahan utama adalah bagaimana Paguyuban ini mempunyai Galeri/ Kios untuk mendisplay dan menjual hasil karya mereka.Contoh kecil. Paguyuban ini sudah mampu mengolah bahan mentah yang ada di lingkungan mereka seperti, kelapa,singkong, pisang untuk dibuat kripik, akan tetapi untuk pemasaran mereka masih kesulitan, secara rasa tidak kalah dengan Produk-produk yang da bahkan seperti sale pisang dan Kripik Pisang (criping) itu sangat enak.

Secara Packing memang Masih sederhana , hanya dibungkus plastik,  mungkin salah satu kelemahan kenapa Produk -produk tersebut masih terkesan "murahan" . Ahmad Gunawan menyampaikan "jika Ibu-ibu siap kami akan mendatangkan Pakar Branding dan Packing dari Trenggalek sekaligus akan membantu pemasaran produk mereka". Paguyuban Nurani sangat berharap di Tahun ini bermimpi bisa memiliki Kios di pinggir jalan , tidak seperti saat ini seluruh Produk Paguyuban masih didisplay di ruang sederhana di sekretariat Paguyuban Nurani Ibu di Dusun Klangsur. Di hari minggu , Tanggal 24 Desember 2017, Paguyuban juga kan melaksanakan kegiatan Perlombaan mewarnai yang diikuti oleh anak-anak yang ditinggal oleh orang tuannya bekerja di luar negeri.Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan motivasi dan menjadi bentuk dukungan perhatian bahwa apapun maslah yang menyangkut Buruh Migran itu adalah tanggung jawab bersama.
Pertemuan kali ini tambah semarak dengan ditutup hidangan makanan khas Dongko, ada sambel cirang, gethengan tempe digoreng dengan tepung gaplek, dan masih banyak lagi yang semuanya disediakan oleh anggota Paguyuban Nurani Ibu.



Kamis, 14 Desember 2017

UKHWAH INSANIYAH DI JAMAN NOW

Seakan-akan sudah seperti isu klasik menjelang Perayaan hari Natal 25 Desember, Saudara –saudara kita Kristiani diserang oleh isu tentang “haram” mengucapkan “Selamat Hari Natal”. Cuma yang saya heran kenapa mereka tidak bosan-bosannya menghembuskan isu-isu “murahan” untuk mendiskreditkan saudara-saudara kita yang berbeda keyakinan. Apa ketika kita mengucapkan Natal terus kita menjadi orang Kristen atau sebaliknya ketika mereka mengucapkan Idul fitri bisa jadi orang islam ,kan yang tidak boleh itu ketika kita “Murtad” Mbok biarkan saja toh..itu pilihan mereka, kan yang nagging resikonya mereka sendiri dengan yang punya jasad?siapa yang punya Jasad?kan Tuhan jadi berhentilah menghakimi apa yang diyakini benar oleh orang lain (caknun).

 Padahal Sudah jelas Negara Indonesia berediologikan Pancasila yang menghormati keberagaman Agama. Dan 25 Desember sudah dijadikan sebgai hari libur Nasional dan secara sah sudah diakui oleh Negara. Mbok ya o….di tanggal 25 Desember kita saling merangkul dan menghormati sebagai bagian dari Ukhwah Insyaniyah jangan mengkotak-kotakkan manusia lain karena perbedaan keyakinan.Menurut Tri Wahyu Budi Setiawan dalam tulisanya “Persaudaraan Manusia Sedunia” yang menyatakan bahwa “Secara luas, ada tiga tingkatan persaudaran, yakni: pertama, persaudaraan di antara sesama manusia (ukhuwah insaniyah) secara menyeluruh, dalam hal ini tidak melihat adanya perbedaan dari aspek apapun, yang dilihat hanyalah dimensi kemanusiaan. Kedua, persaudaraan (ikatan) di antara mereka yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini tidak menetapkan atau memastikan nama Agama, tetapi yang dilihat adalah pada dimensi kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, persaudaraan sesama umat Islam. Dalam hal ini, ada suatu keharusan bahwa hanya pada orang-orang muslim, meski demikian dalam persaudaraan sesama muslim tidak melihat adanya perbedaan etnis, jenis kelamin, bahasa, dan lain-lain. Ajaran tentang persaudaraan dimaksud akan berhadapan dan bersentuhan dengan kemajemukan agama, budaya, etnis dan berbagai sekte, berbagai aliran dan mazhab yang ada dalam Islam sendiri. Kondisi seperti ini sering disebut dengan pluralisme.”


Bahkan Budayawan kondang Emha ainun Nadjib atau yang di kenal Cak Nun  dengan Kyai Kanjengnya di banyak kesempatan selalu menyampaikan pandangannya tentang Pluralisme bahwa kulit putih, hitam, dan kulit coklat, ulama, tukang becak, pencari kodok atau pengusaha, hanyalah terbedakan secara fungsional dan terminologis. Tetapi mereka adalah manusia yang sama dan memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap kebahagiaan, kesejahteraan, hak politik serta kewajiban untuk patuh terhadap aturan main.beliau juga mencotohkan seperti dalam esai Tulisan Tri wahyu Budi Setiawan ada sebuah kisah orang muslim yang mau melahirkan padahal motornya gembos, silakan pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik untuk mengantar istrinya ke rumah sakit. Atau, Pak Pastor yang sebelah sana karena baju misanya kehujanan, padahal waktunya mendesak, ia boleh pinjam baju koko tetangganya yang NU maupun yang Muhammadiyah. Atau ada orang Hindu kerjasama bikin warung soto dengan tetangga Budha, kemudian bareng-bareng bawa colt bak ke pasar dengan tetangga Protestan untuk kulakan bahan-bahan jualannya.
Dari ilustrasi diatas sungguh sebuah hubungan kemanusiaan yang luar biasa dan mampu menciptkan kedamaian dan tidak saling curiga satu dengan yang lain.Saya sendiri juga bagian muslim yang dari keciil berada di lingkungan yang kebetulan seluruhnya muslim.Ketika Sekolah Dasar selama 6 tahun guru saya ada yang beragama Non Muslim dan Sekarang juga bekerja dengan mereka yang non muslim. Tapi apa yang terjadi saya tetap baik- baik saja dalam memegang prinsip kegamaan saya. Bahkan setiap tanggal 25 Desember keluarga besar tempat bekerja saya selalu  datang untuk memberikan selamat Hari Natal

PERSAUDARAAN DENGAN PRINSIP KEISLAMAN

Kata Mbah Nun, kebanyakan kita berpikir bahwa ukhuwah Islamiyah adalah persaudaraan (keguyuban, kebersamaan, kesatuan) di antara orang-orang Islam. Bahwa ukhuwah Islamiyah menyangkut hanya kaum Muslimin dan Muslimat.
Padahal, lanjut Mbah Nun, ukhuwah Islamiyah bukan ukhuwatul-muslimin atau ukhuwah bainal-muslim wal-muslim, atau macam-macam pertalian lagi di kalangan kaum muslimin. Juga bukan ukhuwatul-Islamiyah, melainkan ukhuwatun Islamiyatun. Jadi Islamiyah di situ merupakan kata sifat. Artinya, ukhuwah Islamiyah ialah suatu persaudaraan dengan prinsip keislaman, pola keislaman dan nafas keislaman. Persaudaraan antara siapa? Antara semua manusia.
Jadi?
Mbah Nun menambahkan bahwa kita punya cukup banyak ayat untuk ”mengafirkan” orang, ”memusyrikkan” atau ”memunafikkan”-nya, dalam arti menghakimi ”status”-nya. Tapi marilah perhatikan beberapa hal:
Pertama, apa yang sebenarnya kita maksud dengan membina ukhuwah, apa lingkaran konteksnya, mana batas-batasnya, dalam hal apa kita bisa berangkulan dan dalam soal mana kita wajib bertentang pandang. Kalau ada orang ketubruk truk jangan kita tanya dulu apa agamanya, sebab kalau dia bilang Hindu, kita bukan tidak menolongnya.
Kedua, marilah kita percaya kepada Allah yang menyebut, bahwa pada dasarnya manusia itu lemah. Jadi ada baiknya kita cari pahala dengan berpikir atas nafas allafa baina qulubihim, bahwa orang yang kita sebut kafir, musyrik, munafik itu setidaknya ”sekadar” orang yang mengandung unsur kekufuran, kemusyrikan dan kemunafikan. Hidup itu sendiri kompleks, tak terangkum oleh arti tunggal, dan kita mesti berendah hati untuk memahami seluruh segi hidup beserta latar belakang pertumbuhannya.
Seperti juga kalau kita hidup terlalu mengejar uang dan kebendaan sampai mubazir dan sering tidak fungsional, maka unsur kemusyrikan kita juga besar. Dan lagi, prilaku orang non-Muslim tidak jarang lebih dari Islam di banding prilaku kita yang muslim syahadat fasih ini. Jadi kita harus siap menilai muslim-kafir lebih dari sekadar gincu bibirnya, dengan demikian kita bisa menemukan makna ukhuwah Islamiyah secara lebih luas.
Ketiga, bagaimana kalau (kewajiban Muslim) kita mencintai semua orang seperti kita mencintai diri sendiri? Kalau tetangga kita suka judi dan mabuk, maka kadar cinta mesti lebih besar agar kita cukup stamina untuk memperhatikannya dan berusaha menyeretnya untuk tak meneruskan perbuatannya. Orang-orang di luar Islam mestinya justru kita dekati, dengan ukhuwah Islamiyah, agar kita berbuat baik atas mereka dan membawa mereka ke dalam jannatun-na’im. Tetapi, yang harus diingat, menurut Mbah Nun:
Syaratnya memang mesti kuat dulu Islam kita, supaya tidak justru terseret oleh mereka. Dan kalau selama ini kita cenderung membentengi diri bergaul dengan mereka, bahkan menjauhi mereka, melihat mereka hanya sebagai kerak api neraka, maka artinya di samping kita tak mampu mengasihi manusia, kita juga kurang memanfaatkan kesempatan untuk menguji dan memperkembangkan kekuatan keislaman kita. Kelemahan kaum muslim umumnya, selama ini, ialah kurangnya kemampuan dan menghakimi dalam arti hanya menggarap orang non-Islam sebagai sekadar musuh, tidak (juga) sebagai manusia yang sesama kita; yang musti kita cintai. Karena itu jangankan berhubungan ke luar Islam, bahkan internal Islam sendiri perbedaan sering tidak menjadi rahmat, melainkan menjadi malapetaka dari ketidakdewasaan.
Bagaimana mungkin kita berdakwah dengan cara menjauhi dan membenci mereka? Ukhuwah Islamiyah, adalah salah satu aplikasi dari makna Islam sebagai rahmatan-lil-‘alamin: cahaya benderang bagi semua manusia. Maka kita jangan monopoli untuk kepentingan kita saja, sebab adalah hak setiap anggota ummat dunia untuk berproses menjadi Islam –betapapun ruwet proses itu. Kewajiban kitalah untuk memberi jalan bagi mereka.
Mbah Nun menandaskan:
Islam itu kedamaian dan keselamatan bagi seluruh manusia. Islam bukan agama pembunuh-pembunuh yang egois, meskipun Islam bisa dan layak menangani menampar pihak-pihak tertentu, sepanjang mereka sudah tak bisa lagi dicintai secara lembut dan senyuman.
Tentang perbedaan keyakinan, Mbah Nun mengatakan bahwa keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri orang lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, mana yang lebih unggul atau apapun. Tentu, masing-masing suami punya penilaian bahwa istrinya begini begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan didalam hati.
Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. Dan itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau meyakini bahwa Islam itu benar, ngapain dia jadi non-Islam? Demikian juga, bagi orang Islam, agama lain itu salah. Justru berdasar itulah maka ia menjadi orang Islam. Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja di dalam hati, jangan diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran.
Untuk itu, lanjut Mbah Nun, biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan jagalah kemerdekaan masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai istrinya masing-masing. Tak usah rewel bahwa istri kita lebih mancung hidungnya karena bapaknya dulu sunatnya pakai calak dan tidak pakai dokter, umpamanya.
Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama tak usah dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya.
Tidak ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik, kamituwonya Hindu, kebayannya Gatholoco, atau apapun. Jangankan kerja sama dengan sesama manusia, sedangkan dengan kerbau dan sapi pun kita bekerja sama nyingkal dan nggaru sawah. Itulah lingkaran tulus hati dengan hati.






Kamis, 07 Desember 2017

MASIH ADA ASA (TKI) DI DONGKO

Sebuah perjalanan kecil ditengah kegiatan salah satu Program Pendampingan Pemberdayaan Desa yang bermana Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA ) Desa di Desa Dongko Kecamatan Dongko.Langkah saya ditakdirkan untuk bertemu dengan salah satu Alumni SEPOLA Desa yang diluar dugaan telah melakukan sebuah kegiatan yang luar biasa terkait dengan Buruh Migran. Bu Sunarsih  warga Dusun Klangsur, Desa Dongko bersama beberapa temannya melakukan upaya Pemberdayaan Eks Buruh Migran di sekitar rumahnya secara swadaya. Kegiatan ini sudah berjalan hampir 9 tahun dan tanpa melibatkan pihak manapun termasuk Pemerintah Desa Dongko ataupun Dinas terkait.Bu Sunarsih memang terlihat berbeda dari seleuruh peserta SEPOLA yang diadakan oleh Inisiatif Bandung yang merupakan Mitra kerja KOMPAK selama 5 hari di Desa Dongko pada bulan Maret 2017. Di beberapa kesempatan ketika kita membahas terkait peran serta Desa terhadap buruh migran dan eks Buruh migran di Desa Dongko ada letupan-letupan ketidakpuasan yang disampaikan.Desa Dongko merupakan kantong TKI/TKW di Kabupaten Trenggalek 10 % penduduk di Desa Dongko mencari pekerjaan di luar negeri.
Memang tidak dipungkiri, sempitnya lapangan pekerjaan di Kabupaten Trenggalek menjadi motivasi kebanyakan masyarakat di wilayah Dongko untuk mencoba keberuntungan di luar negeri.Wilayah Dongko yang kita tahu merupakan daerah Pegunungan memang tidak banyak pilihan pekerjaan yang menjanjikan hasil yang mampu memenuhi kehidupan sehari-hari. Mekanisme Pemberangkatan yang mudah dan menggiurkan yang ditawarkan oleh PJTKI baik yang ada di sekitar Kecamatan Dongko atau diluar Dongko menambah deretan masyarakat yang ingin mengadu nasib diluar negeri. Kebanyakan masyarakat Desa Dongko memilih Taiwan sebagai tempat untuk bekerja.Memang ada yang punya kisah Sukses menjadi seorang TKI/TKW akan tetapi kisah menyedihkan juga tidak sedikit.
Secara sosial dan kehidupan cerita miris dan duka sudah menjadi rahasia umum. Tapi juga ada yang menjadi Orang kaya baru di Desanya ketika menjadi TKI/TKW. Kemampuan Sumber Daya manusia menjadi salah satu pendorong kehidupan TKI/TKW . Kebanyakan mereka yang bekerja di luar negeri tidak bekerja di Pekerjaan Formal tapi lebih banyak di Pekerjaan informal seperti menjadi Pembatu rumah tangga.Keinginan menjadi Buruh Migran tidak hanya karena dorongan pekerjaan tapi juga sebagai pelarian dari beban yang ada . Mereka yang masih berkeluarga ketika memutuskan untuk mengadu nasib di luar negeri harus meninggalkan suami/istri dan anak ataupun orang tua.Seringkali karena desakan dan ketidak mampuan menghadapi beban hidup mereka melakukan  segala cara, entah itu harus menjual tanah ,harta benda yang lain agar bisa membayar biaya untuk bekerja di Luar Negeri.Jadi secara tidak langsung sebenarnya ketika Buruh Migran itu pergi bekerja di luar negeri telah membawa beban kehidupan yang luar biasa. Belum lagi jika mereka berangkat dengan sistem potong gaji.Satu tahun pertama harus rela tanpa penghasilan yang wajar, belum lagi kebutuhan di rumah dimana yang pasti juga perlu kiriman. Akan beruntung jika diluar negeri mendapatan majikan yang baik hati kalau tidak beruntung akan menambah persoalan lagi.Nah..begitu kompleksnya permasalahan yang terjadi pada Buruh Migran dan pernah dirasakan sendiri oleh Bu Sunarsih sendiri mendorong Tahun 2008, ibu 2 anak ini mencoba mencari solusi untuk membantu tetangganya yang saat itu bingung dan menganggur karena tidak ada yang bisa dikerjakan setelah hasil dari ketika bekerja diluar negeri telah habis untuk kebutuhan sehari-hari dan merasa iba atas mereka yang ditinggalkan oleh orang tuanya bekerja diluar negeri. Banyak anak-anak Buruh Migran harus dirawat oleh neneknya atau ayahnya ketika si Ibu harus bekerja di Luar Negeri.
Di awal kegiatannya Bu Sunarsih dan kawan-kawan melakukan kegiatan Arisan yang dikhususkan untuk mereka yang pernah menjadi Buruh Migran .Sambil arisan yang kebetulan merupakan ibu -ibu , mereka membuat kerajinan tangan seperti bross, kemucing dan keset dari limbah kain perca.Hasil karya mereka di jual dor to dor di toko -toko sekitar Desa Dongko dan luar Desa Dongko bahkan sampai ke Kota Trenggalek. Dari hasil penjualan tersebut digunakan untuk mendirikan komunitas yang khusus menangani Buruh Migran. Ada 2 Kelompok Eks buruh Migran yang dikelola oleh Bu Sunarsih dan kawan-kawan sampai hari ini yaitu  Nurani Ibu dan Dewi Sartika.
Kegiatan yang dulunya hanya fokus pada kegiatan membuat kerajinan tangan mulai berkembang untuk mendampingi keluarga yang ditinggal bekerja diluar Negeri. Bagaimana Bu Sunarsih dan kawan -kawan dor to dor dengan keikhlasan hati mendatangi keluarga yang ada TKI/TKW nya. Tidak ada perjuangan yang tanpa halangan. Kegiatan yang mereka lakukan harus sabar dengan cibiran dan gunjingan dari banyak orang.Mereka menganggap apa yang dilakukan hanyalah kegiatan yang sia-sia dan membuang-buang waktu. Bahkan mereka juga mencibir bahwa yang seharusnya melakukan pendampingan itu Pemerintah melalui Dinas terkait. Bu Sunarsih dan kawan -kawan tidak pantang mundur berbekal keyakinan Bahwa memanusiakan manusia dengan jalan mendampingi dan meringankan beban mereka yang sedang bekerja di luar negeri adalah kewajiban sebagaimana kita menjalankan sholat 5 waktu. Mereka tidak tega melihat anak-anak yang butuh kasih sayang , butuh figur seorang ibu siapa lagi yang  harus membatu jika bukan mereka sebagai tetangga yang setiap hari bertemu dan melihat.Seorang suami yang ditinggal  bekerja keluar negeri oleh Istrinya tidak bisa menjadi figur seorang ibu, akan tetapi Seorang istri yang ditinggal oleh Suaminya bisa menjadi figur seorang bapak.
Bu Sunarsih dan kawan-kawan secara swadaya mencari informasi terkait pelatihan-pelatihan terkait dengan Buruh Migran.Data per April 2017 sebanyak 40 orang aktif tergabung di Kelompok tersebut.Beberapa kegiatan yang sudah pernah dilkukan dalam rangka Peningkatan masyarakat eks buruh Migran adalah sebagai berikut : Pelatihan Pemberdayaan TKI Purna yang diselenggarakan oleh LP3TKI di Surabaya, kegiatan itu dilaksnakan selama 6 hari , dan Pasca kegiatan tersebut mendapatkan bantuan pisau untuk iratan bambu. Di Bulan Agustus yang lalu Bu Sunarsih mendapatkan kesempatan mendapatkan pelatihan dari Kementerian Tenaga Kerja di Jakarta. Berbekal Pelatihan itu mendorong Bu sunarsih dan kawan-kawan memcontoh kegiatan Community Parenting yang dahulu pernah dilakukan oleh BKKBN yang tidak berjalan sesuai dengan rencana.
Sebenarnya siang ini kenapa  Saya dan Mas Gunawan , DF Inisiatif mengunjungi rumah kecilnya  adalah untuk mendengar dan sharing informasi kegiatan Bu Sunarsih dan kawan -kawan dalam rangka Pendampingan eks Buruh Migran di Desa Dongko yang akan kita jadikan sebagai bahan yang bisa disampaikan kepada Pemerintah Desa dan Dinas terkait agar mau membantu apa yang menjadi kegiatan Bu Sunarsih dan kawan-kawan. Dari pembicaraan awal kami menangkap bahwa mereka secara pondasi semangat dan kerja sudah sangat terlatih, kalaupun tidak ada ataupun ada bantuan dari siapapun mereka sudah sangat mampu dan madiri. Hanya saja perlu adanya pengarahan kegiatan yang bisa dilakukan oleh Bu Sunarsih dan Kawan -kawan agar punya nilai kemanfaatan lebih terhadap Eks Buruh Migran atau Buruh Migran yang masih diluar negeri.
Bu Sunarsih , menceritakan bahwa per Oktober 2017 telah beliau dan Kawan -kawan digandeng oleh Disnakertras Kabupaten Trenggalek untuk melakukan pendataan (sensus ) TKI per bulan deangn nama program “Anjang sana” TKI/TKW . Data per Oktober 2017 lebih dari 500 orang yang bekerja diluar negeri , jumlah itu masih yang terdata secara resmi di Disnakertras belum lagi yang berangkat secara ilegal , masih ada hampir 300 an orang itu satu wilayah di Desa Dongko. Ada pertanyaan yang saya ajukan terkait dengan kendala yang dihadapi dilapangan terkait dengan kegiatan sensus tersebut. Bu Sunarsih menceritakan bagaimana dia harus mengadapi situasi ketika masuk didalam rumah salah satu TKW yang ada anak kecil yang secara tiba-tiba merangkul, menggelayut, seolah -olah rindu akan figur ibunya. Tidak jarang beliau harus menyisihkan uang pribadinya untuk membeli Makanan kecil sebagai oleh -oleh ketika melakukan pendataan.
 Beliau juga menyampaikan bahwa Tanggal 6-8 Desember 2017 diadakan pelatihan jahit yang diselenggarakan oleh Dinas Tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten Trenggalek, bertempat di rumah bapak Suryono, RT 21 RW 05 Dusun Klangsur Desa Dongko.Bu Sunarsih dan kawan -kawan sedang merintis Sebuah Koperasi Simpan Pinjam khusus untuk purna TKI/TKW yang selama ini kesulitan meminjam uang untuk modal, sehingga banyak yang pinjam ke Koperasi Simpan Pinjam dengan Bunga yang relatif tinggi.Sejalan dengan apa yang sedang  dirintis oleh Bu sunarsih dan Kawan-kawan, kami berupaya menawarkan solusi agar Koperasi Purna ini bisa menjadi salah satu Sub bidang dari BUMDes di Desa Dongko . Dengan hadirnya BUMDes Dongko yang melibatkan Kegiatan Purna TKI akan mampu menigkatkan taraf hidup purna TKI/TKW. BUMDes tidak hanya sebagai tempat untuk Simpan Pinjam tapi lebih pada Peningkatan kwalitas produk dan sekaligus bisa menjadi wadah untuk menjual produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat Dongko.Letak Desa Dongko yang strategis sebagai urat nadi Perputaran uang yang dari arah Panggul dan Pule, seharusnya secara pasar sangat luas.itulah yang selama ini masih belum tergarap secara serius oleh Pemerntah Desa Dongko.
Diakhir pertemuan Siang ini , Bu Sunarsih berharap besar agar upaya yang beliau rintis  dengan kawan -kawan mendapatkan pendampingan secara serius dan berkelanjutan agar tidak ada Eks Buruh Migran yang kembali lagi bekerja ke luar negeri. Dan Mereka yang masih diluar negeri bisa memanfaatkan hasilnya secara benar untuk bekal dimasa yang akan datang.Seperti pepatah “Dari pada hujan emas dinegeri orang lebih baik hujan batu dinegeri sendiri, bagaimanapun senangnya dinegeri orang ,masih lebih senang hidup dinegeri sendiri “ ... (to be continue)

Senin, 27 November 2017

BIG BANG ALA NGGLENYING

Nama adalah Doa itulah yang selalu disampaikan oleh para orang tua dahulu. Maka sebisanya berikanlah nama yang baik untuk anak-anakmu . Tapi kelahiran "ngglenying" tidaklah semanis dari definisinya,dalam kamus Bahasa Indonesia yang ditemukan dipojok perpustakaan usang arti nama "ngglenying " adalah ucapan yang ceplos-ceplos serta jenaka, dan hanya orang-orang yang beriman yang faham atas semua itu.

Nama "ngglenying " semoga saja sudah menjadi takdir dan tercatat dalam "laukhul mahfud" karena dikelahirannya bebarengan dengan hujan badai bahkan emosi jiwa yang meletup-letup seperti percikan api Gunung Agung yang melentus. Ngglenying mirip terciptanya bumi berdasarkan teori big bang yang dicetuskan Edwin Hubble pada tahun 1929 terjadi kesesuaian. Bahwa, proses penciptaan alam semesta dimulai dari sebuah ketiadaan.Dan ngglenying ada dari karena ketiadaan akal sehat yang menghalalkan berbagai cara untuk menduduki sebuah kekuasaan.

Kalau dalam teori Big Bang Bumi lahir dari Gumpalan Cahaya yang pecah secara dasyat karena "kun fayakun " Allah SWT ,yang oleh banyak kalangan sufiisme percikan cahaya itu adalah Cahaya Sejati Nur Muhammad. Berbeda dengan Ngglenying kelahirannya dikarenakan adanya percikan -percikan cahaya yang mengumpul menjadi sebuah Gumpalan cahaya yang terang. Bahkan saya sendiri membayangkan jika Gumpalan Cahaya ini tidak dikendalikan secara baik akan mampu membakar apapun yang ada disekitarnya.

Seperti umumnya bayi yang baru lahir "ngglenying" hanya bisa berteriak, menangis bahkan sesekali menggigit ibunya (baca : NU), Kelucuan dan kegenitan "ngglenying" terkadang membuat si Ibu marah terkadang juga dianggap sebagai lelucon karena memang wajar jika polah tingkah "bayi " seperti itu. Tapi yang paling aneh adalah bayi "ngglenying" tidak mau menyusu kepada Ibunya,entah karena ketika dikandungan sudah sering kena PHP atau kurangnya laku tirakat si Ibu yang akhirnya membuat Bayi "ngglenying" muak dengan Susu ibunya.

Di umur 1 Tahun "ngglenying" terlihat semakin cerdas , kalau dikelahirannya tidak suka "susu" ibunya , ngglenying kembali berulah,Makanan tambahan yang kadang diberikan oleh ibunya selalu di makan tapi langsung dimuntahkan.Bayi "ngglenying" memang Bayi Ajaib yang bisa besar tanpa asupan yang diberikan oleh ibunya.
Tulisan diatas adalah improvisasi dan kayalan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, jika ada nama yang sama itu bukan karena ketidaksengajaan tapi memang sengaja ditulis agar cerita ini urut secara utuh.Ngglenying merupakan ungkapan yang sengaja dijadikan topeng untuk melakukan kegiatan seenaknya tanpa terbayang-bayang oleh siapapun .Ngglenying menjadi oase tersendiri atas kemancetan komunikasi antara para pemangku organisasi masyarakatan sebut saja  Nahdhlotul Ulama terhadap Umatnya. Jika dengung berkhidmat kepada Umat hanyalah slogan, munculnya Ngglenying menjadi salah satu opsi Allah yang sudah menakdirkan Ngglenying menjadi sebuah Kumpulan mereka yang ikhlas berkhidmad kepada Umat. Berslogan " butuhe tandang ura kudu kondang " Ngglenying dengan bendera Ukhuwatul Ma'ahid Trenggalek (UMAT) membuktikan diri sebagai sebuah kekuatan jihad fi sabillillah yang menyapa masyarakat tanpa punya kepentingan apapun.

JIka big bang dalam teorinya menyatakan  bahwa nur Muhammad adalah embrio Alam semesta maka saya menyatakan bahwa Nglenying adalah "bias" dari ribuan percikan Nur Muhammad yang mungkin menempel ke para Ngglenyinger yang mau mengikhaskan waktu dan materinya untuk dijadikan sebagai sarana berkhitmah kepada umat atau mereka yang membutuhkan

Kegiatan seperti Santunan di Bulan Ramadhan yang terwujud dalam  Safari Ramadan muncul juga secara tiba-tiba dan melalui rapat ghoib (baca : Grup WA) lokasi,waktu dan pendanaan dapat diputuskan secara cepat dan tepat ala ngglenying.Dan paling menarik jika melihat sebuah Event Organaizer (EO) konsep ngglenying pasti akan betolak belakang,tidak ada kepanitian khusus, tapi semua bertanggung jawab. Kita membaginya menjadi 2 yaitu Poro "Dewo" dan "Debt Collector" siapa mereka? Poro dewa adalah Poro Gus dan Donatur, masyayih Pondok Pesantren seperti Pengasuh Pondok Pesantren Sulaiman, PP Darunnajah Kelutan, PP Hidayatuttullab, PP Al Falah Kedunglurah,dan masih banyak lagi.Sedangkan "debt Collector" adalah mereka-mereka yang ditugaskan "sowan" mengambil "upeti" ke Poro Dewo untuk pendanaan kegiatan Ngglenying.

Masih banyak lagi kegiatan rutin Ngglenying yang selalu rutin yaitu Pengobatan Gratis yang bekerja sama dengan IAI cabang Trenggalek dan Sholawat rutin malam Jum'at Legi di Pendopo.Ngglenying saat ini masihlah bayi yang sudah mulai berjalan .Akan banyak dan waktu untuk ngglenying menjadi seorang yang dewasa yang pada saatnya nanti menjadi pribadi yang berpikiran luas , mengayomi dan dijadikan rujukan keluh kesah permasalahan umat. (to be continue)





Sabtu, 25 November 2017

PERGESERAN GURU SEBAGAI PENJAGA PERADABAN

Guru digugu lan ditiru itulah ungkapan jawa yang menjadi tongkat pegangan bagi semua pendidik yang ada dibelahan Nusantara. Definisi Guru semakin hari semakin luas, jika anak sekolahan mendefinisikan  Guru adalah mereka yang mengajar  di Sekolah mulai pagi sampai sore setiap hari. Tapi bagi kalangan lain mungkin akan berbeda sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing.

Di tengah Perkembangan tehnologi yang semakin canggih ini Sosok "Guru" seolah-olah sudah mulai kabur,tepa sliro, andap asor  terhadap Guru semakin rendah. Seringkali seorang Guru menjadi pesakitan, menjadi bahan bullyan ketika melakukan hal-hal yang dianggap keras, contohnya tindak kekerasan pemukulan atau ucapan keras terhadap anak didiknya. Indonesia sebagai salah satu Negara yang mengkampanyekan diri sebagai Negara ramah sudah mulai terjebak pada peradaban Adopsi , Peradaban-peradaban Nusantara yang arif semakin luntur dengan semaki banyaknya pengadopsian di berbagai lini, seperti hukum, pendidikan , politik serta ekonomi yang mengacu pada Peradaban Barat (jejakebunpagi.wordpress.com)

Peradaban Adopsi yang secara politik dipaksakan menyebabkan banyak benturan diberbagai sisi kehidupan Nusantara saat ini. Di bidang pendidikan terutamanya, fungsi pendidikan tidak lagi menjadi alat penggembleng ahlak yang berkepribadian  yang sesuai dengan budaya Nusantara. Guru yang dahulu menjadi sosok yang paling dihormati sekarang menjadi "profesi" yang lebih mengedepankan "status prastice" dikalangan masyarakat. Diskonstruksi makna "Guru" berakibat sangat fatal sehingga muncul  pelecehan dan pengkerdilan terhadap Guru.

Perguruan tinggi pencetak "guru " seolah-olah telah gagal untuk melahirkan generasi Guru yang bermental "pendidik". Setiap tahun isu "GTT/Guru Honorer" selalu muncul beriringan dengan perhelatan politik. Keinginan mereka untuk menjadi PNS secara tidak langsung telah mengaburkan definisi Guru.Secara tidak langsung dunia Pendidikan di Indonesia telah masuk dalam jebakan Peradaban Adopsi yang menjadikan Pendidkan sebagai ladang untuk mencari keuntungan. Output "Moral " tidaklah menjadi penting. Mahasiswa yang seharusnya mempunyai peran penting dalam menjaga peradaban harus dibelenggu dengan rutinitas tugas , seminar dan rangkaian kegiatan kampus yang monoton. 

Salah satu Model Pendidikan yang masih mampu dan terbukti  "kontinyu" melawan Peradaban Barat adalah model "pesantren". Pesantren yang mengedepankan pendidikan "moral" terbukti mendoktrin siswa "santri" dalam memahami konsep "benar dan salah " serta adanya laku prihatin "tirakat" yang tidak dipunyai oleh model pendidikan manapun.Dalam Perdaban barat Laku tirakat bertolak belakang dengan konsep Kesehatan yang kaitan dengan asupan nutrisi tubuh yang fit untuk menerima pelajaran dan belakangan Laku tirakat "puasa "secara medis malah menjadi obat hebat dalam melawan penyakit.Konsep Fiqih (ibadah) begitu tertata untuk melahirkan generasi yang konsisten dengan aturan untuk menjalankan Ibadah sebagai manusia, baik itu kepada sesama atau kepada sang Maha Pencipta. Ada Fiqih juga ada Tauhid yang mengajari bagaimana hubungan Mahluk (baca: manusia) dengan Tuhan pemilik Alam semesta.Masih banyak lagi Model pendidkan di  Pesantren yang terbukti mampu mencetak manusia-manusia hebat, ada istilah Mujahadah, istiqomah, dan yang lainnya.Konsep-konsep itu tidak hanya disampaikan melalui nuqilan kitab tapi menjadi laku keseharian yang "tumancep" diiringi barokah Doa seorang "Guru"

Guru dalam "pesantren" menjadi begitu vital , ketawadukan dan kerendahan hati seorang siswa "Santri" akan teruji dari seberapa besar mereka Tawaduk terhadap guru-gurunya. Tawaduk merupakan pebelajaran "moral" yang mengedepankan kerendahan hati untuk melaksanakan segala sesuatunya . Output pesantren akan lebih "survive" terhadap godaan-godaan "pragmatisme ' kehidupan. Kedalaman "Tauhid" akan mampu menjadi benteng pertahanan untuk lebih mementingkan kehidupan "Akherat" daripada Kepentingan "dunia". Menjadikan Dunia dalam genggamannya untuk mencapai Akhirat, bukan malah sebaliknya terlena dalam dunia akhirnya harus kehilangan "akhirat".

Di hari "Guru" saat ini mari bersama -sama untuk kembali memahami kesejatian Guru, Guru jangan dijadikan sebagai "profesi" untuk mengenyangkan "perut" tapi jadikan sebagai "tawasul" Penghambaan manusia terhadap Tuhan Pencipta Alam. Tidak akan ada lagi Guru yang masuk penjara,tidak ada lagi Guru Cabul dan juga tidak ada yang namanya "mantan Guru". Setiap individu manusia bisa menjadi "guru " bagi dirinya sendiri atau orang lain.






Minggu, 19 November 2017

TIDAK SEMBARANG "GRATIS" SINAU NGEBLOG #1

Menulis diblog sebenarnya bukan hal baru bagi saya, selain karena musiman juga karena adanya dorongan  spontanitas sesuai dengan keinginan hati.  Beberapa hari ini kecanduan menulis di blog kembali muncul dengan adanya sentilan dari salah satu Pengawas Sekolah dimana setiap hari saya menghabiskan waktu pagi sampai siang hari. Kelengkapan komputer sekolah yang melebihi pada umumnya Sekolah Dasar seharusnya  SDN 1 Kedunglurah tidak hanya mengembangkan Laboratorium Komputer tetapi bagaiman Pengelolaan Sekolah bisa dilihat oleh masyarkat luas melalui Web sekolah. Keinginan mempunyai Web Sekolah dengan spesifikasi standart untuk mengcover keinginan sekolah masih belum terwujud karena regulasi dan SDM masih sangat terbatas. 

Dari sindiran tersebut saya mencoba mengaplikasikan dan menghidupkan blog -blog saya yang sebelumnya sudah ada, sayangnya banyak yang lupa pasword. Kebetulan hari ini SDN 1 Kedunglurah sedang bersuka cita atas prestasi salah satu siswa nya yaitu Zulfa rosida yang mampu meraih Medali Perak cabor Tolak Peluru dalam Rangka Pekan Olah Raga SD se Jawa Timur di Lumajang. Momemtum ini saya rasa tepat untuk memunculkan tulisan di blog mumpung  inspirasi sedang moncer.
 Ditambah lagi di sebuah akun FB Trigus Dodik Susila ada tawaran "SINAU NGEBLOG BARENG" yang diselenggarakan secara GRATIS di tambah Free kopi malahan. Kesempatan yang langka ini tidak saya sia-siakan , saya langsung menghubungi Nama akun tersebut untuk mendaftar sebagai peserta yang kebetulan kuota dibatasi. Tujuannya cuma satu belajar ngeblog yang benar dan menambah teman sesama blog yang akan memberikan banyak ilmu tentang dunia Bloger.

Satu hari sebelum pelaksanaan Sinau Ngeblog Bareng sempat galau, pasalnya si Penyelenggara belum memberikan Konfirmasi apakah saya bisa ikut atau kegiatan ditunda. Baru di sore hari muncul  Grup baru  di Watshap  "SINAU BLOG" rasanya senang sekali dan berharap besok saya akan bertemu dengan bloger-bloger handal di Trenggalek dan Tulungagung. Ekspektasi saya berbanding terbalik ternyata sebagian besar merupakan teman-teman saya di berbagai kegiatan yang tidak menyangka merupakan Bloger-Bloger handal dengan jumlah tulisan yang funtastik. 

Minggu pagi tepat sekitar pukul 07.30 WIB saya sudah menyiapkan perlengkapan seperti leptop, oleran kabel untuk kegiatan SINAU NGELBOG BARENG, bukannya meluncur ke lokasi kegiatan SINAU NGELBOG BARENG  , saya malah meluncur menuju Balai Desa Dukuh di Kecamatan Watulimo, karena saya bersama teman-teman yang tergabung di UKhuwatul Ma'ahid Trenggalek akan menggelar Bakti Sosial Pengobatan Gratis di sana. Suasana pagi itu sedikit gerimis ketika memasuki kawasan Gua Lowo, pukul 08.00 WIB sampailah saya di Bali Desa Dukuh, suasana sudah lumayan ramai, dan hujan mulai turun. Ketika keaadaan sudah kondusif dan semua kegiatan mulai berjalan sesuai rencana pukul 09.00 WIB saya meluncur ke Jantung Kota Kripik untuk segera bergabung dengan teman-teman Bloger Trenggalek- Tulungagung yang sudah menyalakan leptopnya. 

Trigus Dodik Susilo selaku inisiator kegiatan ini menyampaikan urutan -urutan membuat sebuah Blog sederhana secara santai diselingi canda gurau teman-teman bloger.Suasana santai dan guyuran hujan bertambah hangat ketika salah satu teman menawari kami kebulan kopi panas khas Trenggalek yaitu Kopi Jimat yang sudah disiapkan untuk melengkapi kegiatan pada siang hari ini. 

Pertemuan kali ini memebrikan warna tersendiri bagaimana saya yang awam dengan istilah -istilah di blog seperti keyword , publish, label, dan lain-lain, selama ini saya hanya menulis terus publish tanpa mengerti fungsi masing -masing. Rasanya pukul 12.00 WIB terasa sangat kurang kalau  membahas tetek bengek Blog dan perkembangannya.Bagi saya pertemuan seperti ini perlu digelar lebih sering agar mampu meningkatkan minat menulis dan secara tidak langsung akan menambah income seperti mastah-mastah bloger-bloger yang saat ini berkumpul. Dari teman-teman bloger yang berkumpul ternyata juga ada yang sudah menjadi Bos Artikel berbahasa Inggris ini sungguh sangat luar biasa. Saya saja yang menulis menggunakan Bahasa Indonesia masih berantakan di sini sudah ada yang mampu menulis tulisan bahasa Inggris berbentuk artikel dan diproduksi pula... (to be Continue)

Sabtu, 18 November 2017

MIMPI BURUK REAKTIFASI JALUR KA TULUNGAGUNG-TRENGGALEK

Heboh tentang pemberitaan Reaktifasi jalur Kereta api Tulungagung-Trenggalek, membuat saya penasaran, kebetulan tempat tinggal saya berada dijalur tersebut. Walaupun jika rencana reaktifasi  ini benar –benar dilakukan oleh Pemerintah tidak ada dampak bagi saya pribadi akan tetapi tetangga dan rumah warga, persawahan perkantoran bahkan sekolah secara umum akan mengalami perubahan
Sebenarnya desas desus reaktifasi ini sudah beberapa tahun yang lalu sudah terdengar. Dari keterangan sumber yang dapat dipercaya beberapa waktu yang lalu ada petugas dari PT KAI yang melakukan telusur jalur berdasarkan Peta tahun 1930 di wilayah Desa Kedunglurah , mulai dari perempatan Kedunglurah ke barat menuju Bendorejo. Dari sumber yang tidak mau disebutkan namanya , dari keterangan Petugas PT KAI menyampaikan bahwa dahulu area perempatan Kedunglurah merupak Stasiun local kerata api jalur Trenggalek- Tulungagung.
Dari keterangan tersebut rasa penasaran saya bertambah dan melalui searching dari berbagai sumber seperti railfansina.blogspot.co.id  dan id.wikipedia.org ternyata memang dahulu benar adanya jalur kereta api Tulungagung –Trenggalek. Berikut yang saya dapatkan dari sumber diatas, mulai Dari jalan Bandung-Durenan terus ke utara kita akan sampai di jalan raya Trenggalek-Tulungagung kemudian kita belok kiri. Sejauh 1 Km dari pertigaan arah dari jalan Bandung-Durenan tadi, terdapat area persawahan luas di kiri (selatan) jalan. Jika kita kesana saat musim padi, bahkan lebih beruntung bila padinya belum tinggi, mungkin kita bisa melihat bekas railbednya yang tampak memotong diagonal areal persawahan tersebut. Dari situ bekas jalur KA menikung ke barat sejajar dengan jalan. Mungkin kita bisa menelusuri sebuah lapangan, tidak jauh dari persawahan tadi. Lapangan tersebut berada di titik 8°6'49.6325''S 111°46'28.9319''E, setelah perempatan kecil Kedunglurah.
Denah bekas jalur sekitar SDN 5 Bendorejo
Bergerak lebih ke barat, kita akan menjumpai SPBU Bendorejo di kiri jalan. Sebelah barat SPBU ada area persawahan, kemungkinan kita bisa menjumpai petunjuk di sekitar sana.  Setelah persawahan ada SDN 5 Bendorejo. Agak ke barat kita akan menjumpai jembatan besar, di titik 8°6'0.3056''S 111°45'21.7652''E. Mungkin disana kita tidak menjumpai petunjuk disana.
 denah bekas jalur sekitar pasar Bendo.
Sekitar 500 m dari jembatan tadi, kita akan sampai di pasar Bendo. Mungkin tidak banyak petunjuk disana, tapi tak apalah kita telusuri sejenak, barangkali kita menemukan bekas stasiun disana. Namun jangan tergesa-gesa meninggalkan area pasar Bendo, karena tidak jauh dari perempatan pasar Bendo, ke arah barat kita akan menemukan lagi jembatan yang menurut keterangan di wikimapia.org adalah bekas jembatan KA Bendo, jembatan tersebut berada di titik 8°5'42.5245''S 111°44'42.5234''E, berada di sebelah kiri jembatan jalan raya.

Di desa Ngetal, bekas jalur KA memotong jalan lagi ke utara jalan, tepat di tikungan jalan dekat SDN 1 Ngetal/SMKN 1 Pogalan. Sekitar 400 m setelah SMKN 1 Pogalan, rel berbelok ke arah barat laut, tepat di sebelah pertigaan besar Ngetal (pertigaannya arah ke selatan). Namun kita bisa menelusuri melalui pertigaan ke utara setelah pertigaan Ngetal tadi. Pertigaan belok kanan, kemudian pertigaan lagi belok kiri. Kita bisa menelusuri jejak-jejaknya yang mengarah serong dari jalan setempat, di titik koordinat 8°5'26.5405''S 111°43'31.7258''E
Denah bekas jalur dekat kota Trenggalek
Mendekati pusat kota Trenggalek, lokasi railbed bekas jalur KA akan semakin mudah untuk kita telusuri. Berdasarkan map wikimapia.org, terdapat keterangan yang menyebutkan ada bekas pondasi jembatan KA di titik koordinat 8°3'41.8756''S 111°42'57.7757''E dan ada keterangan lagi di titik 8°3'23.7103''S 111°42'24.3659''E, juga tidak jauh dari sana ada sungai di 8°3'26.1961''S 111°42'8.3369''E yang tepat diatas jembatan. Sayangnya bukan jembatan KA, dari pencitraan GoogleMaps, di titik tersebut adalah jembatan jalan yang tidak searah dengan bekas jalan rel, dekat dengan RSUD kota Trenggalek.
Lanjut ke arah Tugu, bekas jalan rel berada di selatan jalan raya Trenggalek-Ponorogo. Tapi tidak begitu jauh bekas jalurnya memotong jalan raya,  menurut wikimapia.org jalur tersebut memotong jalan di titik 8°3'20.8426''S 111°41'26.3144''E, berdekatan dengan markas Kodim Trenggalek, juga tidak jauh dengan SMAN 1 Karangan Trenggalek. Namun sepertinya tidak ada bekasnya lagi di lokasi, bila kita melihatnya langsung kesana.
Gambar dengan eks-Stasiun Kota Trenggalek
Setelah  melewati area tersebut, bekas jalur rel menjauh dari jalan raya, hingga ke lokasi yang berada pada titik 8°1'42.9762''S 111°38'10.8395''E, dimana tempat yang bernama SMPN 1 Tugu dan balai desa Dermosari merupakan bekas area akhir atau ujung dari lintas cabang jalur kereta api Tulungagung-Trenggalek, yaitu stasiun Tugu.



UMAT BUTUHE TANDANG URA KUDU KONDANG

Senin, 13 November 2017

PRESTASI GEMILANG ZULFA SI TOMBOY
Berprestasi dan memberikan kebanggaan kepada semua orang mungkin merupaka cita-cita setiap anak di sekolah. Hal itu mungkin tidak pernah terpikirkan oleh anak tomboy sarat prestasi Zulfa Rosida, siswa  kelas VI SDN 1 Kedunglurah, Kecamatan Pogalan Kabupaten Trenggalek.Lahir dari keluarga sederhana ,diusianya yang ke 10 dia harus kehilangan Ibu tercintanya karena sakit.Hari ini dia kembali membuktikan prestasinya di ajang Pekan Olah Raga Sekolah Dasar Tingkat Provinsi Jawa Timur  2017 di Kabupaten Lumajang
Zulfa Rosida berhasil menyabet Medali Perak cabang Tolak Peluru yang menjadi spesialisasinya selama ini. Zulfa berhasil membuktikan bahwa Prestasi itu bisa diraih dengan kerja keras dan latihan rutin. Di dampingi oleh Guru Olah raganya, Hadi Susila  yang selalu membimbing dan menyemangati disetiap proses seleksi mulai dari tingkat Kecamatan, Kabupaten dan akhirnya berprestasi di Tingkat Provinsi Jawa Timur.
Zulfa memang punya bakat alam yang luar biasa, kemampuan dan kekuatannya diatas rata-rata anak perempuan saat ini, kesukaanya bergaul dan bermain dengan anak laki-laki membuat Zulfa lebih nyaman bersama anak laki-laki dibanding dengan anak perempuan.Setiap harinya di Sekolah dia selalu bermain sepak bola bersama anak laik-laki yang akhirnya dijuluki si Tomboy.
Keberhasilan Zulfa diajang Olah raga ini seolah-olah seperti oase ditengah -tengah kritikan SDN 1 Kedunglurah yang selama ini minim  akan prestasi olah raga di tingkat Provinsi . Keberhasilan Zulfa menjadi pelecut semangat bagi semua elemen yang ada di SDN 1 Kedunglurah, dan ini membuktikan bahwa kami  masih mampu menyuguhkan prestasi yang membanggakan bagi Keluarga Besar SDN 1 Kedunglurah pada khususnya dan Kabupaten Trenggalek pada umumnya.
Keberhasilan dan prestasi ini tidak akan ada gunanya jika tidak ada Zulfa-zulfa yang lain yang mampu menjadi penerus generasi prestasi yang membanggakan ini. Dukungan dari berbagai pihak untuk selalu mempertahankan prestasi gemilang ini sangat diperlukan. Guru yang ada di sekolah hanyalah pembimbing yang terbatas waktunya.
Semoga ke depannya Prestasi Zulfa ini menurun ke adik-adik kelas di SDN 1 Kedunglurah untuk mampu meraih prestasi baik akademik atau non akdemik  yang akan memberikan kebanggaan bagi orang tua, sekolah dan kota tercinta Trenggalek .